WikiLeaks | Yudhoyono Abused Power
Posted: Minggu, 13 Maret 2011 by Lingga Sundagumilar Abqari in Label: Berita
0
Yudhoyono 'Abused Power' atau Yudhoyono Telah Menyalahgunakan Kekuasaan. begitulah judul yang tertera besar-besar di salah satu koran ternama di Australia, The Age, edisi Jumat 11 Maret 2011. Tajuk koran kedua yang masih satu grup perusahaan, Sydney Morning Herald, setali tiga uang nadanya:Corruption Allegations Against Yudhoyono atau Tuduhan Korupsi Terhadap Yudhoyono.
Dan jelas bukan sebuah kebetulan jika dua berita utama itu diturunkan bertepatan dengan kunjungan kerja Wakil Presiden Boediono ke Negeri Kanguru. Persis di hari yang sama, Boediono berada di Canberra untuk bertemu dengan Perdana Menteri ad interim, Wayne Swan, dan para pejabat tinggi setempat lainnya untuk membicarakan upaya-upaya mereformasi birokrasi Indonesia dari belitan korupsi.
Dua koran ternama Australia itu mengutip berbagai kawat diplomatik rahasia yang dikirimkan dari Kedutaan Besar AS di Jakarta ke Washington, yang dibocorkan dari WikiLeaks, situs pembocor dokumen rahasia yang telah melakukan hal serupa di beberapa negara lain.
Dua koran ternama Australia itu mengutip berbagai kawat diplomatik rahasia yang dikirimkan dari Kedutaan Besar AS di Jakarta ke Washington, yang dibocorkan dari WikiLeaks, situs pembocor dokumen rahasia yang telah melakukan hal serupa di beberapa negara lain.
Sejumlah hal gawat, beberapa di antaranya tuduhan kriminal yang sangat serius, diungkapkan di situ.
Pertama SBY disebut telah melindungi tokoh politik yang terseret kasus dugaan korupsi. Salah satunya, sebagaimana ditulis The Age, tak lama setelah menjadi presiden pada 2004, SBY dituding telah mengintervensi penanganan hukum sebuah perkara yang melibatkan suami mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas.
Menurut The Age, Kiemas diyakini para diplomat AS telah diuntungkan dalam sejumlah proyek megainfrastruktur seperti jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) senilai US$2,3 miliar; jalur kereta api double track dari Merak sampai Banyuwangi, Jawa Timur, senilai US$2,4 miliar; jalur trans Kalimantan senilai US$2,3 miliar; dan proyek trans Papua yang nilainya mencapai US$1,7 miliar. Pada Desember 2004, tulis dua koran itu, bukti-bukti untuk menangkap Taufiq Kiemas sudah dihimpun tim Kejaksaan Agung. Tetapi, berkat campur tangan SBY, kasus itu dipetieskan.
Taufiq Kiemas kini menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Tak cuma sampai Presiden, tuduhan juga menjalar ke istri dan keluarganya. Mereka dituding telah berupaya memperkaya diri melalui berbagai koneksi politik. "Para diplomat AS menyoroti peran keluarga Presiden, khususnya Ibu Negara, Kristiani Herawati, untuk mengambil keuntungan finansial dari posisi politiknya." Kristiani tak lain adalah Ibu Negara Ani Yudhoyono.
Pada Juni 2006, salah satu staf Presiden SBY menginformasikan kepada diplomat AS bahwa anggota keluarga Kristiani, "Secara khusus mentargetkan mendapat keuntungan dari perusahaan-perusahaan milik negara." Ditulis koran itu, SBY mengetahui hal ini, namun menjaga jarak. Yang mengurus adalah pembantu terdekatnya, Sudi Silalahi.
Selain itu, Ibu Negara Ani Yudhoyono juga disebut sebagai orang di lingkaran SBY yang paling berpengaruh di balik keputusan Presiden. Salah satunya, adalah ketika SBY menyingkirkan Jusuf Kalla sebagai pasangannya pada Pemilihan Presiden 2009.
Tak kalah gawat, nama Presiden dan Ibu Negara juga dikait-kaitkan dengan pengusaha Tomy Winata. "Pejabat senior BIN Yahya Asagaf menyampaikan pada Kedubes AS, Tomy Winata mencoba meningkatkan pengaruhnya dengan menggunakan salah satu pembantu presiden sebagai penghubung ke Kristiani Herawati."
Tuduhan ketiga yang langsung menyerang SBY adalah terkait sejumlah langkahnya memanfaatkan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk memata-matai lawan politik dan pembantu-pembantunya di kabinet. SBY, antara lain, disebut pernah memerintahkan BIN untuk memata-matai Wiranto. Menurut laporan, saat masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan "Dia (SBY) memerintahkan badan intelijen memberi laporan mengenai mantan Panglima ABRI dan calon presiden dari Partai Golkar, Wiranto." Tanggapan Wiranto bisa dibaca di sini.
Tuduhan ketiga yang langsung menyerang SBY adalah terkait sejumlah langkahnya memanfaatkan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk memata-matai lawan politik dan pembantu-pembantunya di kabinet. SBY, antara lain, disebut pernah memerintahkan BIN untuk memata-matai Wiranto. Menurut laporan, saat masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan "Dia (SBY) memerintahkan badan intelijen memberi laporan mengenai mantan Panglima ABRI dan calon presiden dari Partai Golkar, Wiranto." Tanggapan Wiranto bisa dibaca di sini.
Presiden SBY juga ditulis pernah memerintahkan Kepala BIN Syamsir Siregar untuk memata-matai Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra. Yusril dimata-matai saat berkunjung ke Singapura dan bertemu dengan seorang pengusaha China secara rahasia.Klik di sini untuk tanggapan Yusril.
Yang paling gawat di antara semuanya, adalah tuduhan kelima, yang mengaitkan kampanye SBY dengan dana Bank Century. "Salah satu organisasi antikorupsi secara khusus mengatakan kepada Kedubes AS bahwa menurut 'sumber terpercaya mereka' dana Bank Century digunakan untuk membiayai pencalonan kembali Yudhoyono," begitu bunyi laporan itu.
Istana membantah
Presiden SBY dikabarkan terkejut membaca dua berita itu. Ibu Negara Ani Yudhoyono bahkan sampai menangis.
Presiden SBY dikabarkan terkejut membaca dua berita itu. Ibu Negara Ani Yudhoyono bahkan sampai menangis.
"Semalam, Presiden sudah membaca berita yang dirilis dan diangkat kedua media," kata Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, di Istana Kepresidenan, Jumat, 11 Maret 2011. "Presiden sangat kaget. Yang perlu disesalkan adalah ketidakvalidan data."
Istana rupanya telah mengetahui bocoran Wikileaks ini sebelum dimuat di dua koran itu. "Ada dalam sebuah talkshow radio, tapi belum jadi pembicaraan serius," ujar Julian.
Pihak istana membantah keras semua isi pemberitaan kedua koran itu, khususnya pada bagian-bagian yang memojokkan Ibu Negara.
"Itu kami sesalkan, terutama yang dikatakan Ibu Negara adalah broker. Itu luar biasa menghina," kata Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi di Kantor Presiden, Jakarta. "Martabat negara kita betul-betul dilecehkan."
Sudi menyatakan tidak akan meminta keterangan dari sejumlah tokoh yang namanya disebut-sebut sebagai sumber informasi dalam kawat diplomatik itu. Salah satunya, adalah mantan penasehat Presiden TB Silalahi yang disebut sebagai salah satu informan politik terpenting diplomat AS di Jakarta. "Biar yang bersangkutan saja (mengklarifikasi)," kata Sudi.
Bantahan keras juga dinyatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto. "Tuduhan terhadap Presiden SBY dan Ibu Ani melakukan tindakan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, mempengaruhi proses pengadilan adalah tidak benar," kata Djoko kepada VIVAnews, Jumat, 11 Maret 2011.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga menyebut pemberitaan itu sebagai "berita palsu". Daniel mengatakan pemerintah sedang mengambil sejumlah langkah untuk meluruskannya. Antara lain, dengan meminta sejumlah pihak melakukan klarifikasi. Yang dimaksud antara lain adalah Kedutaan Besar Amerika Serikat dan juga TB Silalahi. "Isinya penuh sensasi dan seronok, penuh bualan dan basi," kata Daniel di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Bantahan keras juga dinyatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto. "Tuduhan terhadap Presiden SBY dan Ibu Ani melakukan tindakan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, mempengaruhi proses pengadilan adalah tidak benar," kata Djoko kepada VIVAnews, Jumat, 11 Maret 2011.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga menyebut pemberitaan itu sebagai "berita palsu". Daniel mengatakan pemerintah sedang mengambil sejumlah langkah untuk meluruskannya. Antara lain, dengan meminta sejumlah pihak melakukan klarifikasi. Yang dimaksud antara lain adalah Kedutaan Besar Amerika Serikat dan juga TB Silalahi. "Isinya penuh sensasi dan seronok, penuh bualan dan basi," kata Daniel di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Jumat pagi, tak lama setelah kasus ini meledak di Tanah Air, Duta Besar Amerika Serikat Scot Marciel langsung dipanggil Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Kantor Kementerian Luar Negeri di Pejambon, Jakarta. Pemerintah langsung melayangkan nota protes kepada Washington.
Selain itu, pemerintah juga mengirimkan surat protes kepada dua koran itu, The Sydney Morning Herald dan The Age . "Surat itu akan disampaikan secepatnya," kata Marty.
Menanggapi kemelut ini, pemerintah AS melalui kedutaannya di Jakarta pun meminta maaf. "Pengungkapan informasi ini benar-benar sangat tidak bertanggung jawab. Kami mengungkapkan penyesalan paling mendalam kepada Presiden Yudhoyono dan rakyat Indonesia," demikian pernyataan resmi Kedutaan Besar AS di Jakarta.
Bantahan juga disuarakan berbagai pihak lain yang disebut namanya. Mantan Wakil Presiden Jufuf Kalla, misalnya, juga membantah tudingan telah merebut kursi ketua umum Partai Golkar dengan cara politik uang. Soal informasi miring terkait Taufiq Kiemas,PDI Perjuangan juga menyangkalnya. Begitu pula dengan mantan Penasehat PresidenLetjen (purn) TB Silalahi. Kepada VIVAnews, jenderal yang amat dihormati taipan Tomy Winata ini menyebut berita itu sebagai "berita ngawur". (kd)